Ada gelombang besar dalam pendidikan dan psikologi yang menekankan hubungan antara ilmu dan amal, khususnya dalam konteks berpikir kritis. Dalam artikel ini, kita akan membahas urutan yang benar antara ilmu dan amal dalam konteks ini.
Ilmu: Awal Perjalanan
Kritis berpikir dimulai dengan memperoleh ilmu. Ilmu dapat dipahami sebagai kumpulan informasi dan ide yang dipelajari seseorang baik secara formal atau informal. Ilmu dipandang sebagai pijakan awal dalam berpikir kritis. Tanpa ilmu, tidak mungkin untuk melakukan analisis, sintesis, evaluasi, atau kegiatan berpikir kritis lainnya. Dengan kata lain, ilmu adalah fondasi tempat berpikir kritis dibangun.
Berpikir Kritis: Penghubung Ilmu dan Amal
Setelah memperoleh ilmu, langkah selanjutnya adalah mengaplikasikan proses berpikir kritis. Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis informasi dan berpikir secara objektif tentang berbagai isu. Ini melibatkan pemikiran yang dalam, analisis, sintesis, dan evaluasi dari informasi yang diperoleh. Melalui proses berpikir kritis, individu dapat mengambil ilmu yang telah mereka pelajari, dan merumuskan pendapat atau argumen mereka sendiri.
Amal: Pengaplikasian Ilmu
Setelah baik ilmu dan proses kritis berpikir telah dipahami, pengaplikasian keduanya adalah melalui amal. Amal merupakan inti dari penerapan ilmu yang telah diperoleh dan dipahami. Bukan saja melibatkan penerapan praktis atas pengetahuan, tapi juga melibatkan etika, moralitas dan nilai-nilai yang sudah diinternalisasi.
Maka berdasarkan pemahaman tersebut, urutan yang benar dalam hubungan antara ilmu dan amal dalam konteks berpikir kritis adalah sebagai berikut:
- Memperoleh Ilmu
- Berpikir Kritis
- Mengamalkan Ilmu
Setiap tahapan ini adalah bagian dari suatu siklus yang berkelanjutan. Memperoleh ilmu baru membuka ruang untuk berpikir kritis lebih lanjut, yang kemudian dapat mendorong dan membentuk amal yang lebih baik. Begitu seterusnya, dalam siklus belajar yang konstan.
Dalam rangkuman, seluruh proses ini mengedepankan pentingnya hubungan antara ilmu dan amal dalam konteks berpikir kritis. Di mana ilmu harus diikuti oleh refleksi kritis dan kemudian diaplikasikan atau diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa urutan tersebut, ilmu hanya akan menjadi pengetahuan yang mengendap dan tidak menghasilkan dapak yang signifikan bagi kehidupan individu atau masyarakat.